Menanggapi hal tersebut, Aktivis Kumpulan Pemantau Korupsi Banten (KPKB), Zefferi, menyebut pernyataan itu sebagai bentuk provokasi terbuka terhadap pilar-pilar demokrasi. “Ini bukan lagi soal etika, tapi soal keberpihakan. Ketika pejabat publik mengarahkan bawahannya untuk mencurigai bahkan memusuhi wartawan dan LSM, itu sama saja dengan mempermalukan prinsip transparansi,” ujar Zefferi dengan nada geram.
Zefferi mempertanyakan logika di balik istilah "wartawan bodrek" yang digunakan oleh sang pejabat. “Kalau yang dianggap bodrek itu ada, lalu bagaimana dengan yang benar-benar menjalankan tugas jurnalistik secara profesional? Kenapa justru yang jujur dan idealis ikut tercemar oleh ucapan sembrono seorang pejabat?” tambahnya.
Merespons cepat, Zefferi mengaku telah mengirimkan pesan langsung kepada Gubernur Banten untuk menuntut klarifikasi dan langkah tegas terhadap pernyataan anak buahnya. Ia menilai diamnya pimpinan daerah hanya akan memperpanjang daftar pejabat yang gagal memahami pentingnya pers yang bebas dan LSM yang kritis dalam mengawal jalannya pemerintahan.
Tak sekadar mengkritik, Zefferi juga menggagas sebuah langkah solutif berupa Workshop Kebangsaan bertema “Menjadi Wartawan dan LSM yang Profesional sebagai Pilar Kontrol Sosial yang Kuat”. Acara ini rencananya akan melibatkan insan pers, aktivis LSM, hingga pejabat daerah. Tujuannya: mengingatkan kembali bahwa kontrol sosial bukan musuh pemerintah, melainkan mitra demokrasi yang sah dan dijamin undang-undang.***
“Jika pejabat takut dikritik, mungkin bukan rakyat yang salah — tapi kekuasaan yang sedang pincang,” tutup Zefferi tajam.***
0 Komentar