![]() |
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ramah lingkungan dibangun di Sarolangun, Provinsi Jambi.(Kementerian PUPR) |
Dikutip Kompas.com, Vivien menyampaikan hal tersebut saat kegiatan workshop Pengelolaan Sampah dalam rangka Pengendalian Perubahan Iklim, Penguatan Ketahanan Pangan dan Pengembangan Ekonomi Rakyat, di Bandung pada 7 Juni 2023.
Berdasarkan data KLHK Tahun 2022, sebanyak lebih kurang 65,83 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan ditimbun di TPA landfill.
"Beban tempat pemrosesan akhir yang berat, membuat pengelolaan sampah menjadi tidak optimal dan berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan seperti pencemaran lingkungan, longsor sampah, dan juga perubahan iklim dikarenakan emisi gas metana dari timbunan sampah di landfill," kata Vivien.
Oleh karena itu, sampah di Indonesia perlu dikelola dengan upaya komprehensif dari hulu ke hilir.
Salah satu upaya dan pendekatan yang dilakukan adalah melalui pengembangan teknologi tepat guna dalam pengolahan sampah dan pelibatan peran aktif seluruh lapisan masyarakat.
Vivien menuturkan bahwa optimalisasi fasilitas pengelolaan sampah seperti instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik, pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF), Solid Recovered Fuel SRF, dan biogas serta pengolahan sampah melalui biokonversi maggot Black Soldier Fly (BSF) merupakan salah satu upaya yang tengah didorong dan diharapkan dapat dipraktikkan oleh seluruh daerah di Indonesia.
“Penerapan berbagai opsi teknologi pengolahan sampah ramah lingkungan ini diharapkan dapat mengurangi timbulan sampah ke TPA dan ke depannya hanya residu yang diangkut ke TPA,” tambah Vivien.
Selain itu, Vivien menjelaskan bahwa polusi plastik merupakan ancaman nyata yang berdampak pada setiap komunitas di seluruh dunia.
Seperti diproyeksikan oleh UNEP bahwa pada tahun 2040 akan terdapat 29 juta ton plastik masuk ke ekosistem perairan.
Plastik yang berakhir di lautan sebagian besar dihasilkan dari sumber polusi darat yang membutuhkan penanganan dengan kerangka hukum dan kelembagaan dalam proses pengelolaan sampah yang komprehensif.
Implementasi yang efektif di tingkat nasional dan daerah sangat diperlukan. Termasuk pengawasan dalam siklus hidup produk plastik, daripada mengatur pendekatan pencegahan terhadap polusi limbah plastik dari daratan.
“Pengaturan tersebut mencakup langkah-langkah yang lebih spesifik dalam rangka menangani masalah produksi, transportasi, konsumsi, perdagangan, dan perlakuan akhir masa pakai plastik dan sifat aditifnya," ujarnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Tahun 2022, capaian kinerja pengelolaan sampah nasional adalah 66,58 persen, yaitu melalui 18,63 persen pengurangan sampah dan 47,95 persen penanganan sampah.
Data tersebut menggambarkan bahwa masih terdapat 33,42 persen sampah di Indonesia yang belum terkelola dengan baik dan benar.
"Kondisi tersebut merupakan tanggung jawab kita bersama, baik pemerintah, pemerintah daerah, produsen, swasta, dan seluruh lapisan masyarakat dalam rangka mewujudkan Indonesia Bersih 2025 dengan 100 persen sampah terkelola dengan baik dan benar," tutur Vivien.
Vivien turut mengajak agar semua pihak terus menggalakkan berbagai langkah dan upaya untuk mendorong kehidupan yang berkelanjutan secara kondusif agar lingkungan sehat.
Sebagai bagian dari perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2023, pentingnya dilakukan pembersihan plastik di pantai-pantai, kawasan konservasi, bantaran sungai, tempat-tempat umum sehingga dapat memperkuat budaya kehidupan berkelanjutan.
“Karena, sebagai negara dengan kearifan lokal yang tinggi, mari kita hidupkan kembali dan tanamkan pengetahuan dan pendekatan modern inovatif menuju negara yang lebih bersih, hijau dan bebas plastik," tambahnya.**
Tim Redaksi
0 Komentar