Proses ini merupakan tindak lanjut dari penetapan eksekusi berdasarkan Grosse Risalah Lelang Nomor 3202/10.01/2024-01 tertanggal 19 Desember 2024 yang menyatakan bahwa hak milik sah atas tanah dan bangunan dimaksud telah berpindah kepada PT. Dok Pantai Lamongan sebagai pemenang lelang.
Sebagaimana diketahui, grosse risalah lelang tersebut memiliki kekuatan hukum yang setara dengan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), mengingat dalam dokumen tersebut tercantum irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” yang menjadi simbol supremasi hukum dan moral dalam sistem peradilan di Indonesia.
Melalui kuasa hukumnya dari kantor ANANTO HARYO & REKAN, PT. Dok Pantai Lamongan sebelumnya telah mengajukan permohonan eksekusi pengosongan kepada Ketua Pengadilan Negeri Lamongan yang kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Penetapan Ketua PN Lamongan Nomor 1/Pdt.Eks.RL/2025/PN Lmg.
Dalam rangka pelaksanaan eksekusi tersebut, Pengadilan telah memanggil PT. Lamongan Marine Industry selaku termohon eksekusi untuk hadir pada 11 Maret 2025, namun pihak termohon tidak hadir tanpa alasan sah.
Pada panggilan kedua, yang dijadwalkan pada 21 Maret 2025, pihak termohon hadir melalui direkturnya dan kuasa hukum, dan menerima teguran resmi (aanmaning) dari Ketua Pengadilan.
Meski demikian, hingga saat ini tidak ada itikad baik dari termohon untuk secara sukarela menyerahkan atau mengosongkan objek sengketa sebagaimana diperintahkan oleh hukum.
Konstatering dilaksanakan pada Jumat, 9 Mei 2025 dipimpin langsung oleh Florensa Crisbeck Huttubessy, S.H., selaku Panitera Pengadilan Negeri Lamongan, dengan pengawalan aparat penegak hukum dari Polres Lamongan dan Polsek Paciran serta disaksikan oleh Camat Paciran, Kepala Desa Kemantren, Kepala Desa Sidokelar, dan para pihak terkait.
Kegiatan ini bertujuan untuk mencocokkan dokumen hukum berupa sertipikat dan peta bidang dengan realitas fisik di lapangan, sebagai salah satu prasyarat administratif sebelum dilanjutkannya pelaksanaan eksekusi riil.
Dari hasil konstatering tersebut, dinyatakan bahwa secara umum, seluruh batas dan lokasi bidang tanah telah sesuai dengan dokumen yuridis yang sah, baik sertipikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT. Dok Pantai Lamongan, maupun data historis berupa sertipikat sebelumnya atas nama PT. Lamongan Marine Industry.
Hanya terdapat satu keberatan dari pihak termohon eksekusi terkait batas tanah pada bekas Sertipikat HGB Nomor 31, namun saat diminta untuk menunjukkan bukti kepemilikan atau dokumen pendukung, pihak termohon tidak dapat memperlihatkan satu pun dokumen otentik dan hanya mendasarkan klaim keberatan mereka pada ingatan pribadi.
Sebaliknya, PT. Dok Pantai Lamongan justru telah melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan, termasuk sertipikat resmi, peta bidang, serta bukti permohonan pengembalian batas kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Lamongan sebagai bentuk penguatan legalitas aset pasca lelang.
Oleh karena itu, menurut penilaian panitera, keberatan yang disampaikan tidak memiliki dasar yuridis dan tidak dapat menghalangi jalannya eksekusi terhadap objek tersebut.
Dalam keterangannya, H. Ananto Haryo, S.H., M.Hum., M.M., selaku koordinator tim kuasa hukum PT. Dok Pantai Lamongan menegaskan bahwa konstatering telah berjalan dengan lancar dan seluruh aspek lapangan telah sesuai dengan dokumen hukum.
“Kami optimistis eksekusi pengosongan akan segera dijadwalkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Lamongan, karena tidak terdapat hal-hal yang substansial yang dapat menghambat proses hukum ini,” ujarnya.
Sementara itu, Panitera Pengadilan Negeri Lamongan menyatakan bahwa seluruh hasil konstatering ini akan segera dilaporkan kepada Ketua Pengadilan untuk penetapan waktu pelaksanaan eksekusi. Hal ini dilakukan demi menegakkan hukum dan melindungi kepastian hak atas tanah sesuai prinsip rechtszekerheid dalam sistem hukum nasional.
Dengan telah terpenuhinya seluruh unsur formil dan materil, eksekusi pengosongan dipastikan akan menjadi babak akhir dari proses panjang penegakan hukum atas hak kepemilikan yang sah.
Sebagaimana ditegaskan dalam irah-irah yang tercantum dalam grosse lelang tersebut, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, pelaksanaan eksekusi merupakan manifestasi supremasi hukum dan bentuk perlindungan negara terhadap hak-hak yang diperoleh secara sah menurut peraturan perundang-undangan.**
0 Komentar