Surat bernomor 02/FORUM ASN P3K/BANDUNG VI/2025 itu dilayangkan pada 19 Juni 2025. Dalam surat tersebut, Forum ASN PPPK Kota Bandung menyampaikan lima poin utama yang mereka nilai krusial namun masih mengambang: kejelasan UU ASN, aturan turunannya, status calon eks-tenaga honorer (Cks), tunjangan pensiun, serta mutasi dan kenaikan pangkat.
Salah satu tuntutan terpenting adalah kepastian soal tunjangan pensiun dan hak hari tua. Dalam UU ASN terbaru, disebutkan secara eksplisit bahwa seluruh ASN, termasuk PPPK, memiliki hak yang setara atas jaminan hari tua, kesehatan, kematian, dan bantuan hukum.
“Kami hanya berpegang pada undang-undang. Pasal 2122 menyatakan hak kami sama, tapi kenyataannya nihil. Kami dianggap ASN, tapi dikebiri haknya. Kalau pemerintah tidak sanggup menjamin hak konstitusional ASN, ini bukan sekadar pelanggaran hukum—ini bentuk pengingkaran negara terhadap rakyatnya,” ujar Ari Sofyan, S.Pd.I, Ketua Forum ASN P3K Kota Bandung.
Isu pensiun bagi PPPK memang telah menjadi polemik sejak awal pembentukannya. Pemerintah pernah berdalih bahwa pemberian pensiun akan membebani anggaran negara. Namun di sisi lain, status hukum ASN sudah melekat pada PPPK, dan UU ASN telah memberi legitimasi yang sah kepada PPPK sebagai bagian dari ASN yang setara dengan PNS.
“Teman-teman kami sudah mengeluarkan biaya, tenaga, dan waktu mengikuti pelatihan kepala sekolah. Tapi akhirnya terkatung-katung. Ada aturan yang tak jelas menahan mereka menjabat. Ini bentuk pengabaian hak karier ASN PPPK,” ujar Dedy.
Padahal dalam praktik di berbagai daerah, PPPK menjadi ujung tombak pelayanan publik di sekolah-sekolah, terutama di pinggiran kota dan desa. Mereka mengemban tanggung jawab setara PNS, tetapi tanpa akses karier yang adil.
“Mutasi dan kenaikan pangkat seharusnya menjadi hak dasar ASN. Tapi bagi PPPK, itu masih mimpi. Pemerintah seperti tidak siap dengan implementasi UU ASN. Padahal ASN PPPK sudah bekerja penuh waktu, dibebani target, tapi haknya terus diabaikan,” tambah Siti Sadiah, S.Pd.I, Sekretaris Forum ASN PPPK.
Kebuntuan ini diperparah oleh disharmoni internal di antara kementerian terkait. Menurut informasi yang diterima Forum PPPK Kota Bandung, masih terjadi tarik-menarik antara Kementerian PANRB, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pendidikan, sehingga PP pelaksana belum kunjung lahir.
Ketika peraturan pelaksana tak kunjung diterbitkan, PPPK di seluruh Indonesia, termasuk di Kota Bandung, menghadapi ketidakpastian status dan kesejahteraan. Hal ini bisa memicu krisis kepercayaan terhadap komitmen negara dalam memberikan perlindungan hukum dan kesejahteraan ASN.
UU ASN No. 20 Tahun 2023 bukan sekadar dokumen formal. Ia adalah janji negara. Dan janji yang tidak ditepati adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip keadilan sosial yang dijamin konstitusi.
Porosmedia.com akan terus mengawal perjuangan para ASN PPPK, karena setiap ketidakjelasan hukum adalah bentuk kekerasan struktural yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Negara harus hadir, bukan sekadar mengatur, tapi juga menjamin.
“Jangan sampai PPPK hanya dipakai tenaganya, dibuang haknya, dan dilupakan sejarahnya.”
— Dedy Kusnadi, Pembina Forum PPPK Kota Bandung.
0 Komentar