Subscribe Us


 

Mediasi Sengketa Tanah Adat Mekarmanik Buntu: Oknum Polisi Diduga Lecehkan Profesi Advokat

Ilustrasi Sengketa Lahan

MEDIASAKSINEWS | Cimenyan -- Sengketa tanah adat milik almarhum Iing Ahyana di Blok Pamoyanan, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, terus bergulir dan kian memanas. Tidak hanya berhenti pada mediasi buntu yang difasilitasi Pemerintah Desa Mekarmanik, kasus ini juga menyeret dugaan manipulasi kuitansi jual beli tanah yang merugikan pihak ahli waris.

Sumber persoalan bermula ketika salah satu ahli waris, Euis Rohaeti, bersama anak-anaknya, menyatakan bahwa mereka tidak pernah diikutsertakan dalam pembuatan sejumlah Akta Jual Beli (AJB) di PPAT Kecamatan Cimenyan. Padahal tanah yang disengketakan merupakan hak warisan keluarga besar almarhum.

Data yang dihimpun menyebutkan adanya dua kuitansi berbeda atas transaksi tanah yang sama, dengan perubahan mencolok pada luas tanah.

Perbedaan ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama karena ahli waris menegaskan tidak pernah mengetahui, apalagi menyetujui, adanya kuitansi kedua yang melipatgandakan luas tanah.

Ada sejumlah pihak yang disebut dalam dokumen tersebut, salah satunya inisial JB, yang diketahui merupakan seorang sipir di salah satu Lapas di Kota Bandung. Fakta ini semakin memperumit persoalan dan menimbulkan dugaan adanya keterlibatan pihak pejabat desa mekarmanik dan pihak kecamatan Cimenyan selaku pihak pembuat AJB PPATS kec. Cimenyan , sehingga memperkuat klaim sepihak atas tanah keluarga.

Mediasi pertama yang digelar pada Kamis, 4 September 2025, gagal menemukan titik temu. 

Kesepakatan sementara hanya sebatas rencana ukur ulang tanah, yang akhirnya dilakukan pada Minggu, 7 September 2025. Namun, situasi memanas ketika salah satu aparat Bhabinkamtibmas, inisial NK, melontarkan ucapan bernada provokatif dan merendahkan dalam forum mediasi yang ditujukan kepada salah seorang pendamping hukum dari salah satu pihak pembeli yang tanahnya hilang dengan menyebutnya “pengacara gadungan/ abal-abal”

Pernyataan tersebut menuai kecaman dan kini tengah dipertimbangkan untuk dilaporkan ke Propam Polda Jabar, karena dinilai melecehkan profesi advokat serta berpotensi melanggar Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian.

Ahli waris menilai praktik jual beli yang terjadi sarat kejanggalan, sebab:

1. Kuitansi berbeda atas tanah yang sama memunculkan dugaan manipulasi data.

2. Pembuatan AJB di PPAT Kecamatan Cimenyan dilakukan tanpa kehadiran dan persetujuan resmi ahli waris.

3. Dugaan adanya keterlibatan pihak luar yang bukan ahliwaris ataupun pejabat desa tetapi diperintahkan oleh pihak desa untuk menandatangankan kwitansi jual beli dan berkas-berkas yang lainya.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian hanya sah apabila dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak yang berwenang. Sementara itu, UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat juga menegaskan bahwa advokat yang sah tidak dapat dilecehkan atau dianggap gadungan saat menjalankan profesinya.

Hingga kini, sengketa tanah Mekarmanik belum menemukan solusi hukum yang adil. Keluarga ahli waris mendesak agar aparat desa, kecamatan, hingga penegak hukum dapat bersikap netral serta memeriksa ulang keabsahan dokumen-dokumen jual beli yang bermasalah, termasuk skandal kuitansi ganda 10 tumbak menjadi 20 tumbak.

Kasus ini menjadi potret nyata bagaimana tanah adat rawan dimanipulasi melalui dokumen jual beli bawah tangan. Jika tidak ditangani secara serius, konflik sosial berpotensi semakin meluas di tengah masyarakat.***


#Nojustice

#Noviral




Sumber: (Heraoneto)

Paguyuban Jurnalis Media Online: 

Yanto (+62 878-8300-9999)

Posting Komentar

0 Komentar