Aksi tersebut menarik perhatian publik dan media karena menyoroti belum tuntasnya penyelesaian hak nasabah BPR KR Indramayu serta dugaan keterlibatan pihak eksternal dalam praktik kredit fiktif bernilai puluhan miliar rupiah.
Sejak pagi hari, ratusan massa ANKRI terlihat membawa spanduk, poster, dan pengeras suara yang berisi tuntutan agar Kejati Jawa Barat melakukan penyelidikan menyeluruh dan transparan terhadap kasus yang mereka suarakan.
Dalam orasinya, Andika Prayoga Koordinator Aksi ANKRI menyampaikan bahwa penyelesaian persoalan BPR KR Indramayu dinilai belum memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi para nasabah. Massa juga menyoroti dugaan adanya kredit fiktif senilai sekitar Rp25 miliar yang menurut ANKRI, melibatkan pihak eksternal berinisial HH alias “Upin Ipin”.
HH alias "Upin-Ipin" diketahui merupakan pihak eksternal yang mendapatkan fasilitas istimewa dengan berhasil mengakses pinjaman mencapai 25 miliar rupiah hanya dengan jaminan berupa satu unit sepeda motor dan satu rumah dengan nilai agunan yang jauh di bawah plafon kredit. Hingga unjuk rasa ini terjadi, pihak HH masih memiliki sangkutan pinjaman istimewa tersebut dan seperti tidak berniat mengembalikan.
Kondisi HH tersebut menambah jengah dan amarah nasabah lainnya dikarenakan pelaku masih bebas berkeliaran di Indramayu dan tidak diseret ke meja hukum.
“Kami datang ke Kejati Jawa Barat untuk menuntut keadilan bagi nasabah. Penegakan hukum jangan berhenti di internal saja, tetapi harus mengusut pihak eksternal yang diduga menikmati fasilitas kredit dengan jaminan yang tidak sebanding nilainya,” ujar Yoga dalam aksi tersebut (15/12).
Yoga menjelaskan lebih lanjut bahwa HH pernah diperiksa oleh pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, namun setelah menyerahkan uang senilai Rp 3 miliar, penyelidikan pun dihentikan.
"Kami tentu bertanya kan, apakah uang senilai 3 miliar tersebut adalah cicilan atas pinjamannya atau uang apa kan gitu" terang Yoga.
Aksi unjuk rasa yang melibatkan ratusan nasabah dan masyarakat ini disorot media lokal dan regional, hal itu karena menyangkut keberlangsungan lembaga keuangan daerah, potensi kerugian negara, serta dampak langsung terhadap kepercayaan dan hak-hak nasabah.
Dalam pernyataan lain, Yoga menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk kontrol sosial dan upaya mencari keadilan.
“Nasabah tidak boleh terus menjadi korban akibat persoalan yang berlarut-larut. Kami meminta Kejati Jawa Barat bertindak profesional, transparan, dan adil dalam mengusut kasus ini, termasuk memeriksa seluruh pihak yang diduga terlibat,” demikian pernyataan ANKRI.
Hingga rilis ini diterbitkan, belum terdapat pernyataan resmi dari Kejati Jawa Barat terkait tuntutan yang disampaikan massa aksi. ANKRI menyatakan akan terus mengawal perkembangan kasus tersebut dan mempertimbangkan langkah lanjutan apabila tidak ada kejelasan hukum.
Terakhir, ANKRI memberikan pernyataan bahwa pihaknya akan melaksanakan aksi demonstrasi lanjutan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta.
"Kalo pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat masih tidak mengindahkan apa yang jadi tuntutan kami, pihak eksternal tidak diusut, kami akan melaksanakan unjuk rasa lanjutan di LPS di Jakarta" tutup Yoga.(red)***




0 Komentar