Rombongan masyarakat diterima langsung oleh Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John NR. Gobay, yang menyatakan komitmen lembaga legislatif untuk menindaklanjuti laporan tersebut melalui mekanisme resmi negara.
Dalam penyampaiannya, KSB Wate menjelaskan bahwa kerja sama antara masyarakat adat dan WNA tersebut telah berlangsung sekitar sembilan tahun. Pada awal kesepakatan, masyarakat dijanjikan pembagian hasil sebesar 10 persen dari aktivitas pertambangan di wilayah Mirago.
Namun hingga hari ini, kesepakatan tersebut tidak pernah terealisasi.
“Sepuluh persen itu tidak dilayani dengan baik. Kesepakatan awal tidak ada satu pun yang dijalankan,” tegas Otis Monei di hadapan DPR.
Ia menambahkan, masyarakat hanya menerima sejumlah uang dalam nominal kecil, diberikan secara tidak teratur, dan tanpa transparansi.
Diduga Beroperasi Tanpa Izin Resmi
Selain melanggar kesepakatan, WNA tersebut diduga kuat tidak memiliki izin resmi untuk menjalankan kegiatan pertambangan. Hasil pengecekan lapangan dan koordinasi dengan instansi terkait menunjukkan tidak adanya kelengkapan legalitas usaha maupun izin operasi pertambangan.
“Dia tidak punya izin, tetapi memaksa kembali masuk ke blok yang berbeda. Ini sangat meresahkan bagi masyarakat adat,” tegas KSB Wate.
Masyarakat menilai tindakan tersebut telah merendahkan kewibawaan dan hak masyarakat adat sebagai pemilik wilayah ulayat Musairo–Merago.
DPR Papua Tengah Siap Tindaklanjuti: Imigrasi Diminta Telusuri Status WNA
1. Meminta Kantor Imigrasi memeriksa status kewarganegaraan, izin tinggal, dan legalitas keberadaan WNA tersebut.
2. Mengirim surat kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, untuk meminta perhatian dan investigasi apabila terdapat dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu yang membekingi aktivitas ilegal tersebut.
3. Mendorong pendirian Kantor Imigrasi di Nabire guna mempermudah pengawasan WNA.
4. Meminta aparat penegak hukum menyelidiki seluruh WNA yang beroperasi di Nabire dan melakukan penindakan apabila ditemukan pelanggaran prosedural.
“Bila tidak ada perizinan secara prosedural, sebaiknya diamankan,” tegas John NR. Gobay.
Selain persoalan tambang, masyarakat juga menyoroti adanya dugaan penelantaran beberapa anak dari wilayah adat yang dibawa ke Jakarta oleh pihak WNA dengan janji akan disekolahkan.
Setibanya di Jakarta, anak-anak tersebut dilaporkan tidak mendapat perhatian, tidak dipenuhi kebutuhan dasar, dan tidak menerima pendidikan seperti dijanjikan.
“Janji tinggal janji. Anak-anak tidak diperhatikan. Ini persoalan moral yang sangat kami sesalkan,” ujar KSB Wate.
Kuasa Hukum: Ada Dugaan Penipuan dan Pertambangan Ilegal
Masyarakat Wate hadir didampingi oleh kuasa hukum Sergius Wabiser, S.H yang turut menyampaikan keterangan resmi di hadapan DPR Papua Tengah.
Kuasa hukum menegaskan bahwa aktivitas WNA tersebut telah memenuhi unsur:
Penipuan, karena kesepakatan 10 persen tidak pernah dipenuhi.
Pertambangan tanpa izin, mengoperasikan alat berat tanpa legalitas usaha.
Pencurian hasil tambang, karena mengambil sumber daya alam dari wilayah adat tanpa izin negara maupun persetujuan masyarakat.
Selain itu, laporan polisi sudah berjalan dan pemeriksaan lanjutan dijadwalkan pada Senin mendatang di Polres setempat.
“Jika tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan, kami akan memproses laporan sampai tuntas,” ungkap kuasa hukum.
Penolakan Tegas dan Seruan Agar Tidak Ada Suku Lain Membekingi
John Gobai menegaskan bahwa masyarakat adat menolak kehadiran Yang Kuan untuk kembali beroperasi di wilayah Merago
Ia juga mengimbau agar kelompok atau suku lain, khususnya Lani, Dani, dan Mee, tidak ikut membekingi aktivitas ilegal tersebut demi mencegah terjadinya konflik horizontal.
“Ini wilayah hak ulayat kami. Kami tidak ingin konflik antar sesama orang Papua muncul hanya karena membela kepentingan WNA,” ujar KSB Wate.
Harapan Penyelesaian Melalui Mekanisme Hukum
Menutup penyampaiannya, KSB Wate menegaskan bahwa masyarakat tetap membuka pintu dialog, namun tidak akan membiarkan pelanggaran terus terjadi.
“Kami mohon agar Tuhan ikut berperkara, sehingga seluruh proses ini berjalan dengan baik sampai selesai.”
DPR Papua Tengah menegaskan siap menindaklanjuti aspirasi tersebut melalui koordinasi dengan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan instansi terkait, demi memastikan adanya penyelesaian menyeluruh atas persoalan tambang diMerago.***
Sumber; (ing elsa)/martika edison Siliwangi news/ Media Saksi New/ Media Jabar/ GINEWS/ POROS MEDIA/ RESPUBLIKA INDONESIA/ TIM EKSPEDISI SILIWANGI CINTA ALAM INDONESIA/ EIGER EKSPEDISI MERAH PUTIH INDONESIA MAJU.






0 Komentar