Pernyataan tersebut dinilai jauh melampaui batas etika publik dan berpotensi menjadi ujaran kebencian yang mengarah pada tindakan menghalangi kerja jurnalistik.
Pers merupakan profesi yang dijamin oleh konstitusi serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Insiden ini pun menciptakan polemik bahwa hubungan antara aparat desa dan insan pers dapat memicu ke ranah hukum.
Ketua Paguyuban Jurnalis Media Online Indonesia, Yanto D Gunawan menyatakan "Ia menilai tindakan oknum pejabat tersebut tidak hanya mencoreng martabat jurnalis, tetapi juga menunjukkan ketidaktahuan terhadap fungsi pers dalam demokrasi", Ucapnya.
“Pers adalah pilar yang harus dihormati dan dilindungi, bukan diserang dengan arogansi,” tegasnya.
Ia mendesak aparat penegak hukum agar melakukan penyelidikan menyeluruh dan pemanggilan agar intimidasi semacam ini untuk segera ditindak.
“Ini bentuk nyata pembungkaman pers. Tidak bisa dibiarkan, apalagi dilakukan oleh pejabat publik,” tandasnya.
Gobin juga mengingatkan bahwa pelaku dapat dikenai pidana penjara hingga dua tahun serta denda maksimal Rp 500 juta apabila terbukti menghalangi tugas jurnalistik. Ia meminta kepolisian di Ciamis mengambil langkah cepat dan transparan demi menegakkan aturan dan menjaga ruang demokrasi tetap sehat.
Media lokal dan nasional kompak menyerukan agar semua pihak menghentikan praktik intimidasi terhadap pers. Menguatkan budaya dialog, transparansi, dan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi menjadi langkah penting untuk menjaga kualitas demokrasi.
Kasus di GOR Sadananya ini menjadi alarm keras bagi aparat penegak hukum dan pemerintah daerah agar bertindak tegas, sekaligus memastikan ruang kerja jurnalis tetap aman, bebas, dan terlindungi oleh hukum.(Red)





0 Komentar