Subscribe Us


 

Warga Babakan Inggun Tolak Pembangunan Asta Permata Residen: Akses Jalan Sempit, Risiko Banjir, dan Kepatuhan Hukum Dipertanyakan


MEDIASAKSINEWS | Karawang — Penolakan warga Kampung Babakan Inggun, Desa Duren, Kecamatan Klari, terhadap pembangunan Perumahan Asta Permata Residen semakin keras menggema. Bukan sekadar keluhan warga, isu ini kini berkembang menjadi sorotan publik yang memadukan problem tata ruang, potensi dampak lingkungan, hingga ketaatan hukum pengembang.

Warga menilai rencana pembangunan tersebut sarat persoalan mendasar yang luput dari perhatian. Jalan warga yang hanya memiliki lebar sekitar 210 cm, dikategorikan sebagai jalan lingkungan (jaling) desa, dijadikan akses utama menuju lokasi pembangunan. Kondisi fisik jalan jelas tidak memenuhi standar untuk kendaraan proyek, terlebih untuk mobilitas penghuni perumahan di masa depan.


Tidak hanya soal jalan, kekhawatiran warga atas kemungkinan banjir juga menjadi isu krusial. Kampung Babakan Inggun dan kawasan sekitarnya memiliki riwayat genangan pada musim hujan. Warga menilai bahwa pembangunan tanpa kajian lingkungan dan drainase yang matang justru dapat memperparah beban air di wilayah mereka.

Di tengah kekhawatiran itu, warga mengungkap bahwa pihak pengembang belum melakukan sosialisasi yang memadai terkait potensi dampak proyek Asta Permata Residen. Minimnya komunikasi publik ini memperdalam rasa curiga sekaligus menambah tekanan sosial di masyarakat.

Dua Kali Surati Bupati, Pengembang Tetap Beraktivitas


Mang Boun, perwakilan warga, menjelaskan bahwa masyarakat sudah mengirim dua surat keberatan kepada Bupati Karawang. Surat pertama mendapat respons dari Satpol PP Kabupaten Karawang, yang turun ke lapangan dan menghentikan kegiatan konstruksi.

Namun fakta di lapangan berkata lain.

“Kegiatan masih berjalan, padahal sudah ada penindakan. Maka kami kembali kirim surat kedua agar ada kepastian hukum atas penghentian tersebut,” ungkap Mang Boun.

Situasi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas penegakan regulasi daerah dan sejauh mana kepatuhan pengembang terhadap instruksi pemerintah setempat.


Sorotan Regulasi: Warga Memegang Dasar Hukum yang Kuat

Penolakan warga bukan sekadar reaksi spontan, melainkan dibangun berdasar analisis regulasi. Mang Boun merujuk pada Permenpera No. 33/PERMEN/M/2006 tentang Pedoman Penunjukan Badan Pengelola Kawasan Siap Bangun dan Penyelenggara Lingkungan Siap Bangun. Pasal 70 dan 71 dari aturan ini dipandang memberikan landasan kuat terkait kewajiban administratif dan standar pengelolaan bagi pengembang.

Selain itu, warga juga menyoroti hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana termuat dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah diperbarui melalui UU No. 13 Tahun 2022. Hierarki ini menjadi rujukan penting untuk memastikan bahwa izin, peruntukan lahan, dan langkah pembangunan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.


Dalam konteks tata ruang, warga mengacu pada Perda Kabupaten Karawang No. 2 Tahun 2013 tentang RTRW 2011–2031. Aturan tersebut mengatur zona perumahan dan pola ruang yang wajib dijadikan acuan sebelum pembangunan dilakukan.

“Kami ingin memastikan bahwa zona perumahan di lokasi tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perumahan maupun aturan tata ruang yang berlaku,” tegas Mang Boun.

Pengembang Bungkam, Publik Menunggu Transparansi


Hingga laporan ini disusun, pihak Asta Permata Residen belum memberikan pernyataan resmi terkait penolakan warga maupun keberlanjutan aktivitas di lapangan setelah intervensi Satpol PP.

Warga berharap adanya dialog terbuka dan transparan untuk memastikan seluruh proses pembangunan memenuhi standar administrasi, perizinan, analisis dampak lingkungan, hingga kepatuhan hukum.

Kasus ini menjadi cermin bagaimana pentingnya pengawasan pemerintah dan kedisiplinan pengembang dalam mengikuti ketentuan tata ruang, hukum perumahan, serta hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan layak. Publik kini menunggu langkah tegas pemerintah Kabupaten Karawang: apakah akan berpihak pada kepastian hukum, atau membiarkan polemik ini terus berlarut-larut.(*)

Posting Komentar

0 Komentar