Warga menilai rencana pembangunan tersebut sarat persoalan mendasar yang luput dari perhatian. Jalan warga yang hanya memiliki lebar sekitar 210 cm, dikategorikan sebagai jalan lingkungan (jaling) desa, dijadikan akses utama menuju lokasi pembangunan. Kondisi fisik jalan jelas tidak memenuhi standar untuk kendaraan proyek, terlebih untuk mobilitas penghuni perumahan di masa depan.
Di tengah kekhawatiran itu, warga mengungkap bahwa pihak pengembang belum melakukan sosialisasi yang memadai terkait potensi dampak proyek Asta Permata Residen. Minimnya komunikasi publik ini memperdalam rasa curiga sekaligus menambah tekanan sosial di masyarakat.
Dua Kali Surati Bupati, Pengembang Tetap Beraktivitas
Namun fakta di lapangan berkata lain.
“Kegiatan masih berjalan, padahal sudah ada penindakan. Maka kami kembali kirim surat kedua agar ada kepastian hukum atas penghentian tersebut,” ungkap Mang Boun.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas penegakan regulasi daerah dan sejauh mana kepatuhan pengembang terhadap instruksi pemerintah setempat.
Sorotan Regulasi: Warga Memegang Dasar Hukum yang Kuat
Penolakan warga bukan sekadar reaksi spontan, melainkan dibangun berdasar analisis regulasi. Mang Boun merujuk pada Permenpera No. 33/PERMEN/M/2006 tentang Pedoman Penunjukan Badan Pengelola Kawasan Siap Bangun dan Penyelenggara Lingkungan Siap Bangun. Pasal 70 dan 71 dari aturan ini dipandang memberikan landasan kuat terkait kewajiban administratif dan standar pengelolaan bagi pengembang.
Selain itu, warga juga menyoroti hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana termuat dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah diperbarui melalui UU No. 13 Tahun 2022. Hierarki ini menjadi rujukan penting untuk memastikan bahwa izin, peruntukan lahan, dan langkah pembangunan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
“Kami ingin memastikan bahwa zona perumahan di lokasi tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perumahan maupun aturan tata ruang yang berlaku,” tegas Mang Boun.
Pengembang Bungkam, Publik Menunggu Transparansi
Warga berharap adanya dialog terbuka dan transparan untuk memastikan seluruh proses pembangunan memenuhi standar administrasi, perizinan, analisis dampak lingkungan, hingga kepatuhan hukum.
Kasus ini menjadi cermin bagaimana pentingnya pengawasan pemerintah dan kedisiplinan pengembang dalam mengikuti ketentuan tata ruang, hukum perumahan, serta hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan layak. Publik kini menunggu langkah tegas pemerintah Kabupaten Karawang: apakah akan berpihak pada kepastian hukum, atau membiarkan polemik ini terus berlarut-larut.(*)








0 Komentar