Melalui sistem layanan terintegrasi dan kolaborasi lintas sektor, ratusan Orang Dengan HIV (ODHIV) mampu bertahan menjalani pengobatan secara rutin dan berkelanjutan.
Pengelola Program HIV Puskesmas Garuda, Dwi Juniarti Rasmedi, menjelaskan, layanan HIV di Puskesmas Garuda dirancang menyeluruh, tidak hanya fokus pada pengobatan, tetapi juga pencegahan dan dukungan psikososial.
Ia menerangkan, skrining TBC dilakukan secara rutin setiap kali kunjungan pasien, sementara skrining hepatitis B dan C dilakukan minimal satu kali dalam setahun.
Hal ini penting karena ODHIV memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyakit infeksi oportunistik.
Hingga November 2025, tercatat 177 ODHIV aktif menjalani terapi ARV secara rutin di Puskesmas Garuda. Mayoritas pasien berada pada rentang usia 19 hingga 35 tahun, atau usia produktif.
“Ini menjadi perhatian serius karena mereka adalah generasi produktif. Kalau kesehatannya terjaga, mereka tetap bisa bekerja dan berkarya,” ujarnya.
Selain layanan medis, Puskesmas Garuda juga didukung pendampingan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Salah satunya LSM Srikandi Pasundan, yang berperan aktif dalam penjangkauan dan pendampingan ODHIV.
“Kami menjangkau di lapangan, lalu merujuk ke puskesmas. Kalau hasilnya positif, kami dampingi supaya tetap berobat dan patuh minum obat,” kata Ian.
Menurutnya, tantangan terbesar di lapangan adalah stigma, ketakutan mengetahui hasil tes, hingga kejenuhan pasien dalam menjalani pengobatan jangka panjang. Bahkan, ada pasien yang memilih berhenti minum obat dan beralih ke pengobatan alternatif.
“Kalau berhenti berobat risikonya besar. Ada yang akhirnya drop, bahkan meninggal. Itu yang selalu kami ingatkan,” ujarnya.
“Mereka merasa nyaman di sini. Ada yang rela datang jauh-jauh sebulan sekali karena merasa dilayani dengan baik,” katanya.
Kenyamanan layanan tersebut dibenarkan oleh salah seorang pasien ODHIV asal Bandung yang namanya disamarkan.
Ia mengaku mulai menjalani pengobatan sejak 2022 setelah mengalami penurunan berat badan drastis dan kondisi fisik yang terus melemah.
“Berat badan saya turun jauh, tenaga drop. Dari situ saya langsung periksa dan akhirnya rutin berobat di sini,” tuturnya.
Perlakuan yang bernuansa stigma membuatnya memilih kembali ke Bandung.
“Di luar kota saya sempat dimarahi dan dihakimi. Di sini beda, pelayanannya ramah, tidak menghakimi, malah dikasih arahan supaya tetap sehat,” katanya.
Berkat kepatuhan menjalani terapi ARV, kondisi kesehatannya kini stabil dan berat badan kembali ideal. Ia pun mengajak sesama ODHIV untuk tidak menyerah dan tetap disiplin minum obat.
“Minum obat itu kunci hidup. Jangan benci diri sendiri, berdamai dengan keadaan, dan tetap jaga kesehatan,” pesannya.
Dengan layanan yang ramah, kolaboratif, dan berkelanjutan, Puskesmas Garuda terus memperkuat perannya sebagai ruang aman bagi ODHIV di Kota Bandung, sekaligus contoh pelayanan kesehatan publik yang berorientasi pada kemanusiaan. (red)**
Sumber; Diskominfo Kota Bandung








0 Komentar